Merenungkan Kembali The Process Approach dalam Pembelajaran Menulis


Oleh: Reni Irawati
Artikel ini dibuat sebagai salah satu tagihan KTI dalam kegiatan MGMP Program BERMUTU tahun 2011/2012



Selama ini guru dihadapkan dengan “kesan kuat” mengenai sulitnya pembelajaran menulis. Memang dari empat keterampilan berbahasa, keterampilan menulis merupakan keterampilan tertinggi (baca: tersulit) dibanding 3 keterampilan bahasa yang lain seperti mendengarkan, berbicara, dan membaca.  Bagi orang awam yang bukan orang bahasa, proses bagaimana manusia mengkuisisi empat keterampilan bahasa dapat dilihat dengan mudah pada seorang bayi. Dari keempat keterampilan bahasa tersebut, bayi lebih dulu mendengarkan, kemudian dia baru mulai meniru suara-suara yang dia dengar sebagai aktivitas berbicara, kemudian dia mulai belajar membaca dan tahapan berikutnya adalah menulis. Jadi sulit dibayangkan seorang yang tidak bisa membaca dapat menulis.


Namun sebenarnya kita tidak perlu lagi berkutat dengan pembahasaan tentang bagaimana sulitnya menulis bagi siswa atau bahkan bagi orang dewasa sekalipun. Jauh-jauh hari Eric Lenneberg seorang psycholinguist pada 1967 mengatakan bahwa ras manusia secara naluriah dan alamiah akan berjalan dan berbicara, tapi tidak dengan berenang dan menulis. Manusia hanya akan belajar berenang jika ia berada dalam air dan ada seseorang yang mengajarkannya. Demikian juga, manusia hanya akan menulis pada saat ia menjadi anggota masyarakat terdidik dan ada seseorang yang mengajarkannya (dalam Brown, 2007).

Pernyataan Lenneberg yang terkenal ini, mengisyaratkan bahwa aktivitas menulis adalah aktivitas budaya (cultural behaviour) yang tidak bisa manusia dapatkan secara innate (pemberian dari Tuhan). Jadi jika kita, guru, masih saja berkutat pada pembahasaan sulitnya pembelajaran menulis, sama saja dengan kita masih memikirkan betapa sulitnya menumbuhkan sayap di badan untuk bisa terbang. Manusia sepertinya memang harus berdamai dengan keadaan itu dan memikirkan bagaimana menciptakan pesawat.

Dalam dunia pendidikan, kesulitan atau hambatan dalam dalam pembelajaran menulis telah diterima sebagai bagian dari karateristik keterampilan menulis itu sendiri (nature of writing), yang mana karakteristik ini telah lama diamati dan diteliti oleh berbagai peneliti dan akademisi dari berbagai sisi, mulai dari sisi psikologi yang menyangkut kognitif dan motivasi, kemudian dari sisi sosial yang menyangkut fungsi tulisan sebagai alat komunikasi hingga dari sisi kebahasaan itu sendiri. Berbagai penelitian tersebut menghasilkan beberapa konsep mengenai pendekatan, strategi, model, metode dan teknik yang dapat diaplikasi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran menulis. Terhadap konsep-konsep tersebut, penulis tidak hendak mengatakan bahwa ia adalah rumus jitu dalam mengatasi berbagai kesulitan dalam pembelajaran menulis. Penulis berkeyakinan bahwa konsep tersebut dapat meringankan beban kesulitan guru dan terutama siswa dalam pembelajaran menulis. Atau paling tidak, guru bisa berdamai dengan keadaan dan mulai memikirkan strategi yang baik. Dan jika ini kemudian dipadukan dengan penetapan indikator pencapaian kompetensi dan perumusan KKM yang tepat, beban kesulitan dalam pembelajaran menulis pun akan semakin berkurang.

Salah satu pandangan yang berkembang dalam beberapa dekade terakhir dan menjadi perhatian artikel ini adalah bahwa kegiatan menulis adalah benar-benar merupakan sebuah keterampilan. Sebagaimana keterampilan di bidang lain, keterampilan menulis mestinya terbangun melalui beberapa tahapan dan proses panjang, tidak langsung jadi. Pandangan baru yang kemudian dikenal dengan the process aproach atau process oriented ini bertolak belakang dengan praktek-praktek pembelajaran menulis konvensional sebelumnya yang berorientasi pada produk (product oriented) dimana guru sekedar memberikan tugas menulis kepada siswanya entah sebagai tugas di kelas maupun sebagai PR dan tinggal menagih pekerjaan siswanya tersebut tanpa tahu-menahu bagaimana proses menulis yang dilakukan siswa (Brown, 2007).


The Process Approach

Pendekatan yang berorientasi pada proses dalam pembelajaran menulis menempatkan siswa sebagai seorang penulis yang independen dalam memproduksi teks. Mereka dipersilahkan menggunakan segala resource yang ada pada diri mereka dan sekitar untuk menghasilkan sebuah komposisi atau tulisan. Namun, berbeda dengan product oriented, guru menjadi ‘pendamping yang sempurna’ untuk memastikan setiap proses dilaksanakan siswa dengan baik. Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan urutan kegiatan dalam dalam pembelajaran menulis yang berorientasi pada proses.

Model proses dalam pembelajaran menulis (Hyland, 2003)

Pendekatan proses memandang kegiatan yang dimulai dari selection, prewriting, dan seterusnya hingga follow-up task ini bukanlah sebuah proses yang hirarkis dan berjenjang dimana satu kegiatan dengan kegiatan lainnya berurutan. Planning, drafting, revising dan editing boleh jadi tidak berurutan, bahkan bisa terjadi bersamaan dan berulang-ulang. Dalam proses tersebut, bisa jadi selalu ada review dan klarifikasi terhadap data dan gagasan. Siswa sangat mungkin mundur pada titik tertentu untuk melengkapi data guna mendukung gagasannya dan pada lain kesempatan melompat maju, untuk mengajukan sebuah solusi, misalnya. Prosesnya sangat dinamis dan betul-betul melibatkan kemampuan kognitif siswa dalam perencanaan, memilih data untuk gagasannya, menawarkan solusi dan menetapkan gaya retorik yang hendak dia gunakan.

Penulis perlu menggarisbawahi bahwa pendekatan yang berorientasi pada proses bukanlah tentang urutan kegiatan yang mesti dilakukan siswa dalam pembelajaran menulis, dimana kegiatan itu kemudian dianggap sebuah proses dari awal hingga akhir bagaimana tulisan ditulis. Karena bila itu terjadi, kelas menulis akan terjebak pada produk. Dimana guru sekedar meminta siswa merencanakan tulisannya, menyetor draf  dan guru melakukan penilaian. Pendekatan yang berorientasi pada proses sangat menekankan bahwa setiap tahapan kegiatan menulis akan selalu menjadi medan pertunjukan kemampuan kognitif siswa. Pada kenyataannya, menurut Pollard (2008) proses menulis bisa jadi proses yang panjang bisa juga tidak. Tergantung skill atau keterampilan penulis itu sendiri, dimana keterampilan tersebut dibangun dari proses penulisan yang berkeselarasan dengan the nature of writing.

Ada beberapa macam kegiatan menulis di dalam kelas, diantaranya adalah display writing, self writing, controlled orguided writing dan paragraph writing. Teks descriptive, recount, dan report adalah termasuk tipe paragraph writing. Artikel ini tidak dikhususkan untuk membahas satu persatu macam-macam kegiatan menulis tersebut, jika pembaca ingin mengetahui lebih lanjut, bisa merujuk pada beberapa buku berikut; English Languange Teaching (Patel and Jain, 2008),Second Language Writing (Ken Hyland, 2003), Teaching by Principles, an Interactive Approach to Language Pedagogy (3rd Edition) (Douglas H. Brown, 2007), Learning Teaching (2nd Edition) (Jim Scrivener, 2005), A Guide to Teaching English (Lucy Pollard, 2008) dan Eighth Grade Reading Comprehension and Writing Skill (Learning Express Foundation, 2009)

Dengan melihat model proses yang dikemukakan oleh Hyland, kita dapat menemukan bahwa aktifitas  paragraph writing dalam kelas SMP seperti teks descripitve, recount, dan report, memberikan peluang yang luas diterapkannya pendekatan proses.

Ambil contoh kompetensi penulisan teks recount pada kelas VIII SMP (KD No. 12.2), pada tahap pemilihan topik guru bisa memberikan arahan agar siswa menulis  pengalamannya yang paling lucu, menarik, atau pada momen-momen tertentu seperti saat rekereasi dan sebagainya. Segera setelah siswa memilih topik sesuai minatnya, guru membawa siswa pada proses berikutnya yaitu prewriting. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam prewriting selain yang disebutkan  Hyland diatas seperti listing ideas, dan cluster diagram. Karena keterbatasan tempat, penulis tidak akan membahas satu-persatu teknik-teknik tersebut.

Tahap selanjutnya adalah adalah siswa mulai menulis atau composing yang oleh Brown (2007) disebut drafting karena ini adalah komposisi awal yang masih mentah dan terbuka untuk direvisi. Tahapan composing awal ini adalah tahapan yang bisa jadi krusial, namun dengan teknik tertentu siswa dapat melakukannya dengan baik. Penulis sendiri lebih suka mengarahkan siswa menggunakan teknik freewriting untuk menyusun drafnya. Sesuai istilahnya, freewriting merupakan teknik penulisan bebas, dalam artian penulis atau dalam hal ini siswa menuliskan dengan segera gagasan apapun yang terlintas di benaknya, tanpa memperdulikan struktur, kosakata, ejaan, tanda baca dan sebagainya yang berpotensi menghentikan siswa dari menulis. Dari pengalaman penulis, tulisan siswa akan tampak kaya dan variatif dengan teknik ini.

Dengan berbekal draf mentah ini, proses sesungguhnya seperti yang disyaratkan dalam the process approach bisa dimulai. Respon to draft dapat dilakukan oleh guru dan siswa lain terhadap gagasan, organisasi, dan gaya retorik yang digunakan siswa penulis. Kemudian siswa penulis kembali ke draf nya, meneliti kekurangan dan kelebihan drafnya dan membuat revisi. Draft yang sudah direvisi “dilempar” kembali untuk mendapatkan respon dan konfirmasi. Jika kita melihat pada model proses Hyland (yang ditandai dengan anak panah), tahapan composing, response to draft, revising,response to revision, dan proofreading and editing, dapat terjadi berulang-ulang bahkan simultan atau berlangsung secara bersamaan. Satu hal yang juga tak kalah penting adalah guru perlu memastikan respon dan feedback terhadap tulisan siswa tidak hanya datang dari dirinya, namun juga yang lebih penting dari siswa lain. Kita boleh membayangkan akan ada suasana eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi antara guru dengan siswa dan antar sesama siswa yang muncul dalam kelas menulis melalui pendekatan berorientasi proses ini nantinya.

Diakhir pembelajaran, guru mengevaluasi secara keseluruhan kemajuan dalam setiap proses yang terjadi, guru juga dapat mendorong siswa untuk mem-publish karyanya melalui berbagai media seperti membaca di depan kelas atau mading kelas dan bahkan website sekolah. Untuk keperluan ini, guru dengan dibantu kelas dapat memilih berberapa karya terbaik untuk ditampilkan di mading atau website sekolah yang memang memiliki space terbatas. Adanya media jejaring sosial seperti facebook dan blog juga menjadi media yang bagus sekali untuk menampilkan semua karya siswa di page mereka sendiri dan mendapatkan feedback lebih luas lagi.

Mem-publish tulisan adalah unsur yang tidak kalah pentingnya dalam the process aproach. Hal ini untuk memastikan siswa menulis tidak terlepas dari konteks nyata tulisan sebagai sarana komunikasi dan menyampaikan gagasan. Sebagaimana  menurut Richard (2006), Dengan siswa mengetahui dari awal bahwa tulisan yang hendak dibuat ini tidak hanya dibaca oleh guru namun juga orang lain, ini akan menjadi motivasi tersendiri yang sangat baik yang akan mewarnai setiap tahapan proses composing yang mereka jalankan. Sehinga pada akhirnya, mereka dapat menemukan dan mengatasi kelemahan mereka dalam menulis (to address the weakness).



Referensi:

  1. Brown, H. Douglas. 2007. Teaching by Principles, an Interactive Approach to Language Pedagogy (3rd Edition). New York: Addison Wesley Longman.
  2. Hyland, Ken. 2003. Second Language Writing. New York: Cambridge University Press.
  3. Pollard, Lucy. 2008. A Guide to Teaching English (online e-book). Available at: http://www.esldepot.com/product.php/66/15 (retrieved on April 16 2011).
  4. Richards, Jack C..2006. Communicative Language Teaching Today. Cambridge: Cambridge University Press.



Comments

  1. This article, I think, is so deep- in meaning. It's really great.

    Alright, bu ! How is about writing in English ? We'll come to agree if stated that the complexity of mastering English writing skills is compounded by the difficulties inherent in learning foreign language.

    In a real life, especially on the village, some facts to take into account. First, English is so strange subject for the students. Second, Brainstorming in prewriting is enough difficult thing to do. It needs so long time to get. Next, the lack of dictionary that allows students to be lazy in writing English. The last, If four under umbrella terms of Brown's applied, how the calculation of time is.

    What is a real choice to solve these cases ? Thanks.


    Zaen A.

    ReplyDelete

Post a Comment